Diving di Pesona Taman Laut Rubiah, Sabang We Island.



Pulau Weh (atau We) adalah pulau vulkanik kecil yang terletak di barat laut Pulau Sumatra. Pulau ini pernah terhubung dengan Pulau Sumatra, namun kemudian terpisah oleh laut setelah meletusnya gunung berapi terakhir kali pada zaman Pleistosen. Pulau ini terletak di Laut Andaman. Kota terbesar di Pulau Weh, Sabang, adalah kota yang terletak paling barat di Indonesia.
 

Pulau ini terkenal dengan ekosistemnya. Pemerintah Indonesia telah menetapkan wilayah sejauh 60 km² dari tepi pulau baik ke dalam maupun ke luar sebagai suaka alam. Hiu bermulut besar dapat ditemukan di pantai pulau ini. Selain itu, pulau ini merupakan satu-satunya habitat katak yang statusnya terancam, Bufo valhallae (genus Bufo). Terumbu karang di sekitar pulau diketahui sebagai habitat berbagai spesies ikan.




 Koordinat: 5°55′ LU 95°0′ BT
Pulau Weh

Peta Pulau Weh
Ketinggian     617 m[1]
Lokasi
Lokasi     Barat daya pulau Sumatra, Indonesia
Koordinat     5.82° LU 95.28° BT


Pulau ini terkenal dengan ekosistemnya. Pemerintah Indonesia telah menetapkan wilayah sejauh 60 km² dari tepi pulau baik ke dalam maupun ke luar sebagai suaka alam. Hiu bermulut besar dapat ditemukan di pantai pulau ini. Selain itu, pulau ini merupakan satu-satunya habitat katak yang statusnya terancam, Bufo valhallae (genus Bufo). Terumbu karang di sekitar pulau diketahui sebagai habitat berbagai spesies ikan.


Geografi

Pulau Weh terletak di Laut Andaman, tempat 2 kelompok kepulauan, yaitu Kepulauan Nikobar dan Kepulauan Andaman, tersebar dalam satu garis dari Sumatra sampai lempeng Burma. Laut Andaman terletak di lempeng tektonik kecil yang aktif. Sistem sesar yang kompleks dan kepulauan busur vulkanik telah terbentuk di sepanjang laut oleh pergerakan lempeng tektonik.

Pulau ini terbentang sepanjang 15 kilometer (10 mil) di ujung paling utara dari Sumatra. Pulau ini hanya pulau kecil dengan luas 156,3 km², tetapi memiliki banyak pegunungan. Puncak tertinggi pulau ini adalah sebuah gunung berapi fumarolik dengan tinggi 617 meter (2024 kaki). Letusan terakhir gunung ini diperkirakan terjadi pada zaman Pleistosen. Sebagai akibat dari letusan ini, sebagian dari gunung ini hancur, terisi dengan laut dan terbentuklah pulau yang terpisah.

Di kedalaman sembilan meter (29,5 kaki) dekat dari kota Sabang, fumarol bawah laut muncul dari dasar laut.[3] Kerucut vulkanik dapat ditemui di hutan. Terdapat 3 daerah solfatara: satu terletak 750 meter bagian tenggara dari puncak dan yang lainnya terletak 5 km dan 11,5 km bagian barat laut dari puncak di pantai barat teluk Lhok Perialakot.

Terdapat empat pulau kecil yang mengelilingi Pulau Weh: Klah, Rubiah, Seulako, dan Rondo. Di antara keempatnya, Rubiah terkenal sebagai tempat pariwisata menyelam karena terumbu karangnya. Rubiah menjadi tempat persinggahan warga Muslim Indonesia yang melaksanakan haji laut untuk sebelum dan setelah ke Mekkah.


Ekosistem

Selama tahun 1997-1999, Conservation International melakukan survei terhadap terumbu karang di wilayah tersebut.[5] Menurut survei, keanekaragaman terumbu relatif sedikit, tetapi keanekaragaman spesies ikan sangat besar. Beberapa spesies ditemukan selama survey termasuk di antaranya Pogonoperca ocellata, Chaetodon gardneri, Chaetodon xanthocephalus, Centropyge flavipectoralis, Genicanthus caudovittatus, Halichoeres cosmetus, Stethojulis albovittatus, Scarus enneacanthus, Scarus scaber dan Zebrasoma desjardinii.[5]
Gempa bumi di sekitar Aceh dan Laut Andaman tahun 2004

Pada 13 Maret 2004, spesimen langka dan tidak biasa dari spesies hiu bermulut besar, terdampar di pantai Gapang. Hiu bermulut besar memiliki mulut besar yang khas, hidung yang sangat pendek dan lebar. Spesimen tersebut merupakan penemuan yang ke-21[13] (beberapa mengatakan ke-23) dari spesiesnya sejak penemuannya pada tahun 1976. Hiu jantan yang berukuran panjang 1,7 meter (5,58 kaki) dan memiliki berat 13,82 kg (30,5 pon) yang membeku dikirim ke Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk penelitian lebih lanjut. Sampai tahun 2006, hanya terdapat 36 penemuan hiu bermulut besar di Samudra Pasifik, Hindia, dan Atlantik.

Gempa bumi dan tsunami tahun 2004 memengaruhi ekosistem di pulau tersebut. Di desa Iboih, petak tanaman bakau yang besar hancur. Puing dari daratan ditumpuk di karang-karang sekitarnya sebagai akibat tsunami. Pada tahun 2005, sekitar 14.400 bibit bakau ditanam kembali untuk menyelamatkan hutan bakau tersebut.

Selain daripada ekosistem bawah laut, pulau Weh merupakan satu-satunya habitat dari spesies katak yang terancam, bernama Bufo valhallae (genus "Bufo").[18] Spesies ini hanya dapat diketahui dari ilustrasi dari pulau ini. Karena penggundulan hutan di pulau Weh, populasi dari spesies tersebut tidak pasti.


Terumbu Karang Pulau We

Perjalanan menuju Pulau Weh sungguh terasa lama dengan sebuah kapal nelayan kecil. Walau wajah wajah nelayan yang membawa kami tampak bergembira ketika mata pancing yang mereka lemparkan menyangkut seeekor ikan trigger, tapi saya tahu bahwa kenangan akan bencana tsunami beberapa waktu silam tetap susah untuk dilupakan.
Apa yang saya bayangkan bahwa tsunami memporak porandakan alam bawah laut ternyata tidak terbukti.
Tak beberapa lama setelah bencana Tsunami, kami memotret alam bawah laut Pulau Weh untuk membuktikan bahwa terumbu karang disana tidak rusak. Kebesaran alam ciptaan Tuhan masih tergambar dengan indahnya. Sea fans raksasa dengan anggunnya mencuatkan semburat warna yang mengagumkan .

Ini sungguh berbeda ketika berjalan dari Airport menuju pelabuhan. Sejauh mata memandang, hanya timbunan sampah, puing puing rumah dan kendaraan. Horison tanpa batas, demikian saya menyebutnya. Karena kami bisa memandang laut dari pemukiman kota, yang semula tertutup oleh bangunan,rumah dan pohon pohon. Semuanya kini tercabut paksa dari muka bumi.

Terumbu karang adalah salah satu pilar ekosistem kehidupan bawah laut yang paling penting. Ia merupakan pemasok plankton untuk makanan spesies ikan dan sekaligus rumah bagi mereka. Kehancuran terumbu karang merupakan ancaman bagi kelangsungan hidup ikan ikan.

Taman laut pulau weh seakan tak pernah tersentuh oleh angkara murka tsunami. Tak pernah terbayangkan hanya lima belas meter diatas semua ini, pernah terjadi bencana gelombang raksasa yang menghancurkan apa saja yang dilewati. Mungkin Tuhan tak sampai hati untuk menghancurkan keindahan alam bawah laut ini.


Pesona Taman Laut Rubiah, Sabang

ANDA ingin menimati surga taman laut? Jangan lewatkan untuk melihat akuarium raksasa di Pulau Rubiah, Sabang, Aceh. Sebelum dikenal dengan keindahan alam bawah lautnya, pada masa kolonial Belanda, pulau seluas 50 hektare itu menjadi asrama haji sebelum calon jemaah haji naik kapal laut menuju Mekkah, Namun pada masa Perang Dunia II, Pulau Rubiah menjadi benteng pertahanan pasukan Belanda dan Jepang.

Pulau Rubiah dikenal oleh turis mancanegara untuk menikmati wisata dengan suasana yang tertib dan penuh kekeluargaan. Pulau Rubiah yang merupakan pulau paling ujung barat Pulau Sumatra itu memiliki taman lautyangmenakjubkan dan sangat indah. Para wisatawan dapat melihat dunia bawah laut tersebut dengan kapal berkaca dan kemudian mengelilingi Rubiah.

Dari kapal tersebut, biasanya wisatawan baikdalam dan luar negeri dapat menyaksikan aneka ikan tropis, terumbu karang, kerang raksasa, karang yang rusak karena tsunami, serta terumbu karang buatan yang ditanam di sekitar perairan Rubiah. Bahkan ikan hiu biasanya muncul pada bulan pertama atau kedua setiap tahun. Konon, tak semua kawasan bahari ini disapu gelombang tsunami pada 26 Desember 2004.

Untuk dapat menyewa kapal dibutuhkan biaya sekitar Rp 250.000-Rp300.000 hingga kembali ke daratan di Iboih. Jika rombongan, ongkos sewakapal dapat ditanggung bersama-sama penumpang kapal yang biasanya bisa menampung 10 penumpang.

Sepanjang perjalanan, Anda akan terpesona menyaksikan melalui kaca bening, ikan-ikan, karang yang hancur karena tsunami, serta dasar laut yang bersih khas Taman Laut Rubiah.

Untuk menuju Pulau Rubiah cukup mudah. Setelah tiba di Banda Aceh, perjalanan dilanjutkan menuju Pelabuhan Ulee Lheue. Setiap hari, terdapat feri cepat yang berangkat dari Banda Aceh ke Pelabuhan Balohan, Sabang. Feri cepat berangkat sekitar pukul 09.30 WI8 dengan waktu tempuh sekitar satu jam, sedangkan jika dengan feri lambat, menghabiskan waktu sekitar dua jam dengan jam keberangkatanpukul 10.30.

1 komentar:

Pantai Tulamben Bali mengatakan...

Bagus banget pemandangannya,,,,

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | JCPenney Coupons